《Totally My Type》Chapter 7
Advertisement
Delapan hari berlalu, keadaan Renjun masih sama saja. Tidak ada perubahan sama sekali dengannya, dia terlihat kusut dan kurang tidur. Sebenarnya apa yang terjadi? Dia juga jarang meng-update sosial medianya. Aku khawatir, wajar kan!
.
Saat jam makan siang pun Renjun tidak beranjak dari duduknya, kepalanya terasa berat sehingga ia tidak mampu membawanya. Aku ingin sekali bertanya padanya tapi, aku sedikit malu. Aku memang ingin lebih dekat dengannya tapi, aku tidak ingin terlalu menunjukkan perasaanku.
.
"Kenapa kau tidak bertanya saja? Dia tidak akan memarahimu, santai saja!" Ujar Yena saat kami membasuh muka untuk menghilangkan kantuk. "Aku tahu, kau pasti sangat khawatir. Jujur saja, Sanha melewatkan makan malam karena tidak ada orang di rumahnya saja aku sangat khawatir. Aku datang ke rumahnya untuk membawakan makan malam."
.
"Menurutku, kau terlalu berlebihan," Aku mengibaskan tangan. "Sanha pasti bisa membeli atau membuat makanannya sendiri. Lagipula, kalian sudah menjadi sepasang kekasih pasti sudah tidak ada canggung di antara kalian."
.
Kami mulai mengeluarkan berbagai argumentasi untuk saling menyangkal, toilet wanita mulai ramai hingga kami memilih untuk diam dan kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran.
.
.
.
"Hea!" Teriak Renjun di kejauhan, dia berdiri bersandar di pintu gerbang dengan melipatkan kedua tangan –ia selalu menyuguhkan senyuman setiap kali bertemu– Ia berlari mendekati tubuhku yang terpaku tak jauh darinya.
.
"Kau terlihat ceria sekarang, tapi kantong matamu masih terlihat. Kau tidak bisa tidur dengan nyenyak? Apa ada yang menganggumu?" Tanyaku. Akhirnya aku bisa bertanya padanya setelah mengumpulkan keberanian –aku harus berani untuk mendapatkan hatinya.
.
"Aku hanya lelah dan terlalu banyak menghabiskan hariku di luar rumah," Ia tersenyum singkat. "Waktu istirahatku terkuras banyak, mungkin itu alasan mengapa kantong mataku begitu terlihat dan berwarna gelap."
.
"Kau bisa membagi keluh kesah padaku, aku akan mendengarnya," Aku mencoba tersenyum walau aku sangat malu sekarang, bertingkah manis seperti candy. "Aku juga akan memberikan masukan dan saran jika kau perlu." Renjun terkekeh pelan mendengar perkataanku.
Advertisement
.
"Terimakasih." Hening. Kami hanya saling menatap, sesekali mengalihkan fokus ke arah lain. "Bagaimana jika aku mengantarmu pulang lagi? Aku ingin melakukannya, sudah lama aku tidak mengantarmu pulang."
.
"Kau harus beristirahat, aku akan menolak untuk kali ini."
.
"Aku sedang libur jadi, aku bisa mengantarmu sekaligus istirahat cukup di rumah," Renjun berusaha membujukku, "Ibumu mengundangku untuk makan malam hari ini, kupikir aku bisa mengantarmu sekaligus memenuhi undangan ibumu."
.
Ibu mengundang Renjun untuk makan malam?
.
.
.
Ibu nampak kaget dengan kehadiran Renjun yang datang bersamaku, ia tidak percaya bahwa remaja yang membantu membawa barang belanjaan seberat beton itu adalah teman sekelasku. Kami dipersilakan untuk masuk, kami segera menuju meja makan di dapur kami.
.
"Jadi kau teman sekelas Hea? Maaf jika tidak mengenalimu, Renjun." Renjun mengangguk pelan sembari tersenyum, ibu bergumam tak jelas. "Apa kau tahu siapa yang membuat putriku gila? Hea sering tersenyum tanpa alasan beberapa waktu lalu karena mendapat kalung saat ulang tahunnya. Apa dia kekasih Hea?" Rahang bawahku terjatuh namun mulutku tidak terbuka terlalu lebar.
.
Mati aku! Pemberi kalung itu sedang duduk di sampingku sekarang. Aku belum siap jika dia mengetahui perasaanku. Ah, bagaimana ini?
.
Aku menunggu reaksi Renjun yang tengah beku untuk beberapa saat, ia tersenyum hangat untuk mencairkan wajahnya. Oh, apa yang ia katakan? Aku penasaran sekali. Jantungku memompa darah dengan cepat hingga darahku berdesir karena gugup.
.
"Dia adalah lelaki yang tidak terlalu tampan dan tidak berani, dia hanya teman Hea. Kurasa mereka tidak terlalu serasi."
.
Apa di luar sedang hujan badai? Aku merasa hangus karena tersambar petir. Tubuhku lemas, jantungku melemah –jiwaku terpisah dari raganya– Hahahaha, dia hanya teman Hea? Mereka tidak terlalu serasi? Apa aku mendapat penolakan sebelum mengakui perasaanku padanya?
.
"Seperti itu," Ibu mengangguk pelan. "Kalau begitu nikmatilah."
.
.
.
"Kau terlihat sangat menyedihkan, Lee Hea." Ujar Yena sambil menatapku yang berjalan ke arahnya, aku memasuki kelas. Aku melirik sekilas bangku Renjun, dia belum berangkat. "Ada apa denganmu?" Tanyanya setelah aku duduk.
Advertisement
.
Aku menahan agar bendungan yang semalamku buat tidak runtuh karena teringat jawaban sialan dari Renjun, aku menarik napas dalam.
.
"Aku hanya kurang tidur dan kurang beristirahat." Yena menatapku aneh, dia seakan tidak percaya dengan apa yang kukatakan –aku bisa membacanya. "Baiklah, aku menyerah. Aku mendapatkan hal yang tidak kuinginkan... Renjun menolakku sebelum aku mengakui perasaanku."
.
"Jangan bercanda, Lee Hea. Dia menyukaimu."
.
"Hey, aku mendengarnya langsung dari mulutnya. Dia tidak menyukaiku. Dia temanku, kau tahu bukan apa itu teman?" Suaraku mulai meninggi.
.
"Mari hentikan perdebatan kita dengan membuang harga dirimu sebagai wanita yang dipilih. Katakan semua perasaanmu padanya, tidak ada gunanya kau menunggu untuk mendapatkan hatinya."
.
"Aku tidak mau." Tandasku sembari mengalihkan fokus.
.
Sejujurnya, aku memikirkan perkataan Yena. Renjun sepertinya tipe lelaki lamban jadi tidak ada gunanya aku berusaha keras, dia tidak akan menyadari perasaanku. Sepertinya aku harus melakukan hal itu, membuang harga diri sebagai wanita. Aku harus bertindak cepat.
.
.
.
Bel tanda jam sekolah usai telah berdenting beberapa menit yang lalu. Aku menunggu Renjun yang belum menyelesaikan tugas tambahan, aku menunggu di gerbang sekolah. Cukup lama aku berdiri di sana, aku belum melihat Renjun.
.
"Hea, kau belum pulang?" Sebuah suara khas milik Renjun terdengar, aku segera mendongakkan kepala seraya menatapnya. "Ada apa denganmu? Kau terlihat–"
.
"Aku ingin bicara denganmu, bisakah kau meluangkan waktumu sebentar saja?" Selaku.
.
"Tentu saja, aku juga ingin berbicara denganmu. Aku merasa lega kau belum pulang, aku sangat resah tadi." Ujar Renjun sembari tersenyum. "Bagaimana jika di taman belakang? Di sana adalah tempat yang nyaman untuk berbicara."
.
.
.
Kami berhadapan, berdiri dengan tegap serta saling bertukar pandang. Aku ingin mengatakannya pada Renjun tapi entah mengapa keberanian itu menguap ketika menatap matanya, aku ingin dia tahu perasaaanku tapi aku kehilangan rangkaian kata yang kususun beberapa jam yang lalu.
.
"Renjun..." Ia tersenyum. "Apa aku boleh bertanya?" Renjun mengangguk pelan. "Apa pendapatmu mengenai diriku?"
.
"Kau periang, baik, hebat, adil, kau memperlakukan semua orang dengan cara yang sama. Kau adalah orang baik."
.
"Aku tidak seperti itu, aku tidak ingin kau berpikiran seperti itu. Aku tidak ingin kau menganggap aku ini periang, baik, atau apapun," Renjun membulatkan matanya sejenak. "Aku tidak bisa memperlakukanmu sama dengan yang lainnya..." Aku menatapnya berusaha memancarkan perasaanku. "Aku menyukaimu, Huang Renjun. Apa kau juga menyukaiku?" Renjun mengangguk, aku tersenyum. "Tapi perasaan sukaku denganmu berbeda bukan?" Tanyaku.
.
Tentu saja berbeda, kau hanya menyukaiku sebagai temanmu bukan?
.
"Hm." Aku tersenyum, segera berlalu darinya.
.
Langkahku menuju sebuah taman di dekat akademi yang sepi. Aku tersenyum, rasanya aku ingin tertawa. Namun aku hanya bisa menghapus benda cair yang terus menetes dari mataku. Kakiku terasa lemas, lututku mencium tanah. Aku menangis, semakin deras tiap detiknya.
.
Aku sudah tahu akan seperti ini sejak awal. Renjun hanya memberitahuku apa yang sudah kuketahui. Aku tahu itu tetapi...
.
Oh, jadi seperti inikah rasa sakitnya? Sesak sekali seperti tidak bisa menghirup oksigen. Mungkin inilah akhir kisahku, sad ending. Seharusnya aku tidak melakukan hal ini, seharusnya aku bisa menahan perasaanku. Jika aku melakukan semua itu, aku tidak akan terluka seperti ini.
.
Haung Renjun, aku akan mencoba menerimanya. Aku juga mencoba untuk tidak membencimu. Aku akan menjalani hidupku seperti dahulu sebelum kau muncul di hadapanku. Ini semua sudah berakhir
.
.
Advertisement
- In Serial6 Chapters
Witchcraft Lords
Solvay travels to an alien world in a medieval European setting and becomes a noble lord, originally wanting to farm and lead his people to prosperity, but with this sudden change of scenery, Solvay realizes that this world, not only human but also orcs, elves, dwarves, giants, winged people, mermaids, vampires and so on. The key is that all races have the supernatural power of practicing sorcery, which makes the world much more dangerous.
8 60 - In Serial83 Chapters
To See Truth
To have eyes yet cannot see anything. Blind yet can see the world. --- Jing Wen, at the age of sixteen, was at the peak of his life. The son of the Prime Minister and the most talented martial arts practitioner of the century, his path was not paved with silver, but with gold. However, in a single moment, it was all lost. His parents killed, his eyesight lost and his martial arts nearly crippled. Now returned to his ancestral hometown, Jing Wen suffered countless humiliations and abuse from the townsfolk of ‘Jing’ Village. However, eagles care not for the thoughts of sparrows. How will Jing Wen return to his glory? What is the truth behind his parents murder? And how will he regain his eyesight? A month after his father’s death, a Taoist priest brings tales of an immortal elixir. And so begins the rise of a blind man who will shake the very world! Updates every Wednesday and Sunday at 14:00 Greenwich Mean Time.
8 360 - In Serial6 Chapters
New World: The Tales of Everything that is Wonderful
An exciting adventure that starts off with a scream! This is a tale of magic and swordsmanship that surpasses human logic as the characters find themselves in hot, freezing, or sticky circumstances. Everything and anything is possible in the New World!
8 154 - In Serial90 Chapters
Affinity for Fire
Enzo was lazy. Not irredeemably so, but just enough to screw him over. Destined to burn, he now has a choice. Take his lumps and deal with his fate, or start over in a new, unforgiving world. Chapters posted Tues/Thurs/Sat unless otherwise noted.
8 119 - In Serial49 Chapters
New to Magic
A science-fantasy story about a nine-year-old girl who doesn't quite fit in. She's too slow, too smart and too shy. She dreams of magic that she doesn't know exist. One day her life changes and she becomes an OP character. The story follows the young girl through her childhood until shs's a young adult. P.S I'm not a great writer and I make lots of mistakes. But I love to make up stories and want to share some. Please forgive any mistake and any advice is welcome. Right now I have 400,000 words written but not edited. Any help with editing will be welcome. Most of all enjoy or find another story you will. Thank you. There is some gore and Traumatising content but not much of either
8 61 - In Serial19 Chapters
Carnivore Girl: Jurassic Park
Jennifer (Jenny) Hammond is the eldest granddaughter of John Hammond. The owner of InGen and the man who created Jurassic Park. This story is about Jenny's role in the first trilogy of Jurassic Park. She is only sixteen in the first movie. Jennifer loves reptiles, which is why she loves dinosaurs. John even allowed her to see some of the births of the dinosaurs in Jurassic Park including their T-rex that she called Rexy. The reason being Jenny's parents died when she was little and John became her primary guardian. Picture of Jenny on cover.
8 81

