《UTARI》Bab 12 - Pria Ke Dua Puluh
Advertisement
UTARI bertekad untuk mencari Abimanyu ke Pulau Cakrabyuha. Ia menghubungi Aksara dan menceritakan segalanya kepada lelaki itu. Semua yang diceritakan Mas Robi kepadanya di pertemuan privat yang digagas oleh Bu Ribka sehari yang lalu.
"Kamu yakin mau mencarinya, Utari?" Tanya Aksara.
"Lebih dari yakin, Aksara. Saya minta tolong sama kamu untuk menemani saya melakukan perjalanan ini. Perjalanan ke Pulau Cakrabyuha."
Aksara menghela napas, "iya, saya mau saja menemani kamu, Utari. Tapi, kamu yakin tetap mau melakukannya setelah mendengar konsekuensinya."
"Tidak ada alasan yang bisa bikin saya berubah pikiran, Aksara."
"Walaupun kemungkinan ketika kamu bertemu dengan Abimanyu, dia tidak akan mengingatmu sama sekali?'
Utari mengangguk pasti. Sinar matanya seolah memohon-mohon Aksara.
Lelaki itu memandang Utari dengan lembut, lantas menujukkan senyum yang mampu menyejukkan hati Utari. Senyuman tulus yang membuat Utari merasa aman. "Baiklah kalau begitu. Saya akan bantu kamu semaksimal mungkin, Utari."
"Kapan kamu siap berangkat?"
"Secepatnya, Aksara! Secepatnya!"
SEMINGGU kemudian, Utari dan Aksara berangkat. Sekarang mereka berada di atas kapal feri yang akan mengantar mereka ke Pelabuhan Cakrabyuha yang terletak di selatan Pulau Jawa. Sambil melihat ke bentangan langit yang luas, Utari menggenggam sebuah amplop yang berisi surat dari Mas Robi dan dirinya. Laki-laki itu menuliskan berlembar-lembar kertas yang berisi cerita tentang dirinya saat kecil dan foto-foto yang masih bersisa. Utari juga begitu, ia juga telah menuliskan cerita tentang dirinya.
"Awas, nanti suratnya terbang terbawa angin." Kata Aksara yang tiba-tiba muncul dari belakang.
Utari segera memasukkan surat itu ke dalam tasnya. "Thanks, Aksara." Surat itu mungkin akan jadi upaya terakhir yang bisa dilakukan Utari apabila ia bertemu dengan Abimanyu yang tidak lagi mengenal jati dirinya lagi.
Mereka lalu berdiri bersebelahan di atas kapal, membiarkan angin menerpa wajah dan tubuh mereka. Utari mendapati Aksara sedang memperhatikannya. Laki-laki itu langsung terlihat salah tingkah dan membuang pandangannya ke depan.
Advertisement
Utari tertawa melihat tingkah Aksara, "kamu kenapa, sih?"
"Nggak apa. Saya cuma sedang membayangkan perasaan kamu saat ini." Aksara melihat ke arah Utari lagi. "Bagaimana rasanya?"
Utari menghela napas panjang. "Sesungguhnya... saya deg-degan setengah mati. Saya nggak bisa berhenti berpikir tentang kemungkinan terburuk, tetapi sekarang saya sudah pasrah, Aksara. Buat saya, bisa bertemu dengan Abimanyu saja mungkin sudah lebih dari cukup. Setidaknya, pertanyaan yang terpendam selama bertahun-tahun ini terjawab sudah."
"Bagaimana kalau seandainya—ini hanya seandainya, lho—Abimanyu tidak bisa mengingat kamu lagi?"
Utari memandang Aksara tajam, "Entahlah, Aksara. Saya pasti akang sangat, sangat merasa sedih. Tapi, entah kenapa saya yakin sekali kalau ia tidak akan melupakan saya. Apalagi, setelah apa yang telah kami lalui. Aksara, saya tidak pernah belajar untuk berharap sebesar ini selain dari Abimanyu. Laki-laki itu begitu menjanjikan dirinya untuk dapat hidup bersama saya. Ia mengorbankan waktu, pikiran, dan tenaganya untuk saya. Bagaimana bisa seseorang mengubahnya semudah itu."
"Baiklah, Utari. Maafkan saya karena telah menanyakan hal yang tidak-tidak." Aksara diam sejenak, lalu berkata-kata lagi. "Tapi, saya boleh berandai-andai, kan, Utari?"
Utari memperhatikan Aksara dan tidak berkomentar apa-apa.
"Seandainya, kemungkinan buruk itu terjadi. Saya ingin buat antisipasi."
"Maksudnya?"
"Iya, kamu bilang kamu baru akan membuka hati kalau sudah ada dua puluh laki-laki yang datang ke kehidupanmu, kan?"
Utari mengangguk ragu.
"Kalau begitu, saya ingin mendaftar jadi orang kedua puluh."
Utari mengernyitkan dahinya. Sesaat kemudian, Utari ingin sekali berjalan mundur, menjauhi Aksara.
"Saya rasa saya mencintai kamu, Utari. Lebih besar dari yang saya kira. Lebih besar dari ketika saya pertama kali melihat kamu di stasiun—menunggu kereta."
"Ini serius atau bercanda?"
"Tentu saja serius. Tulis nama saya di daftar kamu, Utari. Sehingga ketika hal terburuk itu terjadi, kamu tidak bisa menghidari kenyataan yang sebenarnya. Kamu harus memenuhi janjimu sendiri." Aksara tersenyum, lalu berjalan untu kasuk ke dalam kapal. "Saya tidak ingin melihat kamu sedih terus, Utari. Hidupmu harus terus berjalan meskipun kenyataan pahit itu mengganggumu. Tidak ada yang boleh merenggut kebahagiaanmu, Utari. Bila pun ada, saya siap menukarnya dengan apapun yang saya miliki."
Advertisement
Mata Utari tak berkedip melihat Aksara. Ia menatap lelaki itu tidak percaya.
"Maaf Utari kalau ini membuat kamu kaget atau mungkin membenci saya karena bisa-bisanya saya berkata seperti ini di tengah perasaanmu yang sedang harap-harap cemas. Semoga kamu bisa menerimanya dengan bijak. Sebaiknya saya tinggalkan kamu dulu. Tapi, saya mohon, tolong pikirkan apa yang saya katakan."
Sebelum menghilang, Aksara berteriak pada Utari seraya tersenyum, "YANG TADI SAYA KATAKAN ITU BUKAN MAIN-MAIN. ITU SERIUS."
Pria kedua puluh itu telah datang
Pria kedua puluh itu telah datang
Pria kedua puluh itu telah datang
Suara itu menggema di kepala Utari. Seolah-olah ada sekelompok kurcaci di dalam kepalanya melompat-lompat sambil membawa perantinya masing-masing, merayakan suatu pencapaian. Tanpa ia sadari, air mata Utari menetes. Ia segera menyekanya, diam-diam benih-benih ketenangan tengah menancapkan akarnya di dalam hati Utari. Meskipun, ia tak pernah tahu apakah benih itu akan berubah menjadi kedamaian atau dilema.
Setelah mengarungi selat Jayadruna selama hampir tiga jam lamanya, sebentar lagi kapal feri yang ditumpangi oleh Utari dan Aksara akan menepi di Dermaga Sapta yang menjadi salah satu pintu masuk Pulau Cakrabyuha.
Advertisement
- In Serial46 Chapters
Re: Evolution Online
Liam was a nobody, whether it was grades or sports or appearance or social life. Not because he didn't have a brain but because his luck was just that bad. However, everything changed when a mysterious game called 'Evolution Online' was suddenly launched. The world he knew changed upside down!There was blood, death, and carnage everywhere. While everyone from small companies and big governments scrambled to get a foothold on this mysterious video game, some people's lives turned for the better and some for the worse.Liam, unfortunately, being the latter, still somehow ended up at the bottom of the barrel. His insignificant life was squished like an insect and his loved ones were destroyed right in front of him. In the end, he was already dead without ever having a single chance to fight back.But his story did not end there. Liam found himself returned back to the time before everything began!Watch as the young man who was once a nobody reaches for the pinnacle of strength and power wreaking havoc on the world that destroyed him once! This time everything will be different! [participant in the Royal Road Writathon challenge]
8 389 - In Serial96 Chapters
God of Eyes
Speaking heresy on my deathbed led me to meet god. Maybe it was a curse, or a blessing, but he decided I would work it off--as one of many gods on another world of magic and sorcery. It wasn't something I intended or was prepared for, but I am willing to work to make the world a better place. Isn't that what a god SHOULD do? Part of the Demonsword Project universe (First Age).
8 176 - In Serial12 Chapters
Eschaton System - A DiceRPG
A young smith apprentice, named Elliot, heads out on his own to explore the wasteland of post-apocalyptic America where the apocalypse was a fantasy world and its system merged with Earth. He navigates his way through the world, discovering more of its past, and discovering more of his own potential. Discord
8 131 - In Serial23 Chapters
Re: Transport to Another World as My Game Character!
The stories about high school students. who asleep while his pc game still on. When he wake up suddenly he was in a fantasy world as his game Character that, he playing for 4 years #Warning! Bad Grammar!
8 222 - In Serial17 Chapters
Ephemeral
After being stolen from his world and deposited on a strange new one Tim is forced to use his strange new abilities to survive. Will constantly shifting powers be enough to overcome the insanity of locusinte?
8 172 - In Serial16 Chapters
Precipice
Man believes in his dreams, his hopes, his prayers. But what if those very prayers led to his downfall? Humanity’s thirst for knowledge and greed for power has left it at the pinnacle of science. At least that’s what Smith believes. Working tirelessly on the ‘Spread Function’, he hopes to usher in a golden age for mankind and to reconnect with his wife and child, victims of his obsession with the Spread Function. The world is not what it once was. Altered forever by ‘The Reckoning’, the survivors of humanity struggle to live on, drifting as nomads or forming small communities, sustained only by their own blood and sweat. This is the world that Esterian is born into. After learning of his father’s death at the hands of one known only as the 'Shadow of Heaven', he vows vengeance. But there are other forces at work as well. The rulers of the land, beings of unimaginable power known only as the ‘Holy Ones’ would twist Esterian’s rage to serve their own perverted motives. So too would the band of rebels called Advaitha, shrouded in mystery, their seemingly noble motive of reclaiming the world for man hiding a much darker agenda.
8 241

