《[COMPLETED] Our Happy Ending || Markhyuck》17
Advertisement
Mark menatap Haechan takut, kini pria itu tengah duduk di depannya, menyilangkan kakinya sambil memangku tangan, jangan lupakan tatapannya yang mengancam dan sangat mengintimidasi.
Mark sebenarnya tidak ada masalah dengan hal itu, ditatap Haechan seperti itu sudah hal biasa baginya bahkan yang lebih menyeramkan dari itu, Mark sudah biasa. Hanya saja topik pembicaraan yang Mark bawa saat ini sedikit mengusik hatinya.
Kejadian tadi malam.
Bagi Mark membahasnya bukanlah suatu persoalan yang sulit, tapi bagi Haechan? Mark tidak yakin.
Selama di sekolah Mark tidak fokus dengan pelajarannya, ini kali pertama Mark merasakan tubuhnya memang dikelas tapi jiwanya entah melayang kemana. Mark bahkan beberapa kali ditegur oleh gurunya kerena melamun dikelas.
Mark tau, semalam Haechan itu panik dan Mark yakin pasti ada hal traumatis yang terjadi padanya sehingga ia beraksi seperti itu.
Mark memutar otaknya, kembali merangkai kejadian yang terjadi tadi malam.
Haechan ketakutan, berteriak histeris dan meminta maaf
Tidak
Jangan sentuh
Jangan bawa kesana
Tempat tidur
Mark mengulang ulang keempat kalimat itu dalam kepalanya, beberapa kali menggelengkan pelan kepalanya karena pikirannya hanya selalu berakhir kepada satu kemungkinan pengalaman traumatis yang mungkin terjadi.
Haechan tentu tidak akan mau membahas hal itu, ini menyangkut harga dirinya dan Mark tau Haechan itu sangat menjaga harga dirinya. Tapi Mark juga tidak tau bagaima cara menyampaikannya, jika Mark berbohong, yang ada Haechan berfikiran buruk padanya.
Bugh
Sebuah bantal melayang bebas mengenai kepala Mark yang sedari tadi menunduk.
" Yak!" Kesal Mark, ia heran kenapa Haechan senang sekali melempari barang ke kepalanya
" Katanya mau membahas yang tadi pagi!"
" Ya ini lagi!"
" Mana?! Dari tadi kau hanya diam menunduk!"
" Ya aku sedang berfikir!"
" Bodoh lama sekali!"
Mark kembali diam, memainkan jari jarinya ia bingung bagaimana memulainya
" Ck! Jika kau tidak berbicara aku berfikir yang tidak tidak!" Kesal Haechan
" Makanya jangan berfikir!"
" Mana bisa! gelagat mu aneh sedari pagi!"
Haechan benar, Mark terlalu hati hati pada Haechan sejak tadi pagi dan Haechan sedikit merinding karenanya.
Mark menghela nafasnya panjang,
Jujur itu menyakitkan...
Cicitnya dalam hati, Mark terpaksa pasrah menceritakan apa yang terjadi malam itu, tidak secara detail hanya secara garis besar.
Advertisement
" Lalu kenapa kau tidur di samping ku?!" Tanya Haechan
Mark awalnya bingung bagaimana menceritakannya, Haechan itu orang dengan harga diri tinggi, jika memberi taunya bahwa dialah yang menarik tangan Mark, bisa bisa Mark habis disemprot oleh Haechan.
" Kau lupa itu jam 3 subuh?! Aku mengantuk dan lelah menenangkanmu yang panik! makanya aku tidak sadar dan tertidur juga disana!"
" Oh..."
Mark menghela nafas panjang, ternyata Haechan percaya.
" Kenapa?" Tanya Haechan lagi
" Apanya yang kenapa?"
" Kau yang kenapa"
" Iya kenapa apanya!" Kesal Mark
" Wajah mu itu! Seolah ingin menanyakan sesuatu!"
Mark tersadar, setelah menceritakan apa yang terjadi, jujur Mark penasaran dengan apa yang sebenarnya dialami oleh Haechan, tapi Mark tau tidak semudah itu bagi orang yang mengalami trauma menceritakan pengalaman traumatisnya.
Haechan kesal menatap wajah Mark.
Haechan mengutuk dirinya karena ketiduran di atas kasur dan ia kembali panik teringat kejadian traumatisnya dan Mark menyaksikan dirinya panik.
Ya, selama ini Haechan tidak bisa tidur di tempat tidur
Dan yang membuat Haechan semakin kesal dengan Mark, wajahnya itu bukan penasaran dengan apa yang terjadi padanya, tapi lebih mengkhawatirkan dirinya, dan Haechan tidak suka itu.
" Jika tidak ingin bercerita tak apa..." Jelas Mark
" Aku hanya bercerita sekali dengarkan!"
" Huh?" Mark terheran
" Kau yakin?" Tanya Mark lagi
" Jika tidak, kau akan menatapku menyedihkan seperti itu sampai aku memberi taumu!"
Mark terkekeh pelan, ternyata kekhawatirannya terbaca oleh Haechan.
" Ingat kan.... ayahmu pernah bilang kedua orang tuaku mengalami kecelakaan?" Mark mengangguk
" Saat itu malam hari, dan aku baru saja ingin tidur. Kemudian ditengah tidurku, tiba tiba seorang menggedor pintu rumah, bunyi sirene mobil polisi yang sangat keras. Benar benar membuat ku takut, dan saat ku membuka pintu, berita buruk yang ku dapatkan"
Mark menganguk sambil terus mendengarkan
" Saat itu kepalaku benar benar pusing, dan saat sampai di rumah sakit, aku melihat papiku yang sudah terbaring kaku di atas kasur, sedangkan ayahku berlumurah darah dikerumuni para dokter"
" Aku benar benar ketakutan, dan pingsan di ruang UGD, saat itu aku bermimpi, kedua orang tuaku meronta ronta kesakitan, aku ingin menggapainya, ingin memeluknya tapi tidak bisa, karena tubuhku diikat di atas kasur sehingga aku tidak bisa menghampiri mereka."
Advertisement
" Sejak saat itu aku selalu merasa bersalah ketika tidur, seolah kematian papiku dan kecelakaan itu karena diriku, setiap aku mencoba menutup mata di atas kasur, mimpi itu selalu muncul bahkan semakin mengerikan setiap harinya,karena itu jika tiba tiba aku secara tidak sadar tertidur di atas kasur, aku panik seperti tadi malam"
Mark mengangguk paham, sedikit mengerti dengan trauma yang dialami Haechan, walaupun jauh di dalam lubuk hatinya ia tidak yakin ini yang menjadi penyebab Haechan panik seperti tadi malam.
" Maaf... membangunkan mu tengah malam" Haechan menutup ceritanya
" Tak apa... aku juga minta maaf"
" Karna?"
" Memaksamu menceritakan pengalaman itu"
Haechan tersenyum tipis, ternyata Mark itu tidak sedingin yang Haechan kira
"Jangan kasih tau ayah ya"
" Kenapa? Ayahmu tidak tau tentang hal ini?" Tanya Mark bingung
" Tau... cuma aku bilang aku tidak pernah lagi mengalaminya dan sudah bisa tidur tenang di kasur"
" Hah? Sebentar... terus selama ini kau tidur bagaimana?" Bingung Mark
" Mark... dulu rumah ku itu lebih kecil dari kamar mandi mu, mana ada kami tempat tidur, jadi kami hanya tidur di matras, itu pun sempit sempitan, jadi ya tidak ada malasah" Jelas Haechan
" Terus selama disini?"
" Di... uhm.... lantai..." Jawab Haechan hati hati
" Lantai?!"
" Iya! kenapa berteriak sih!"
Mark memegang pelan keningnya, karena kamar Haechan itu kamar tamu, lantainya tidak dilapisi kayu, melainkan keramik biasa dan tidak ada penghangat ruangan disana.
" Ngga dingin?"
" Dingin sih... cuma ya ...yang penting bisa tidur, lagian dirumah ku yang dulu kalau musim dingin juga lebih dingin dari ini kok, jadi aku sudah biasa"
Mark kembali menepuk pelan keningnya.
Walaupun Mark bersikap cuek dan tidak peduli, ia masih diajarkan tata krama, dan menjamu tamu dengan baik adalah hal yang dipegang teguh oleh Mark.
" Yaudah tidur di kamar ku saja" Ajak Mark
" Hah? Eh.. ngga usah aku ngga papa kok!"
" Ck... merepotkan!"
" Kenapa merepotkan?!"
" Kalau kau tiba tiba tertidur di kasur lagi gimana?!"
" Ya... itu... uhmm"
" Ha? Bingung kan! Aku juga tidak mau terbangun setiap malam hanya untuk menenangkan mu, akan merepotkan. Lagi pula dikamarku ada sofa, kau tidak masalah kan tidur disana?"
Haechan mengangguk, tadi malam tidurnya benar benar nyenyak
" Nah kan... kau terbantu dengan tidurmu dan aku juga bisa tenang tidak terbangun di malam hari, impas kan?"
" Kau yakin?"
" Mau aku berubah fikiran?"
" Yasudah kau menang!"
Mark tersenyum, tapi kembali menunduk, ia masih khawatir, masih penasaran dengan apa yang terjadi sebenarnya.
Alasan Mark mengajak Haechan tidur dikamarnya pun bukan karena ia yang malas terbangun di malam hari takut jika Haechan panik lagi.
Ia kasian
Mendengar Haechan tidur dilantai, berarti selama ini tidurnya tidak nyenyak, pantas saja semalam keningnya berkerut saat tidur.
" Ck.. aku tidak mau!" Cicit Haechan tiba tiba membuat Mark kembali mengangkat kepalanya
" Kan tadi kau bilang setuju!"
" Ya tadi! Sebelum kau menundukkan wajahmu!"
Haechan kesal, padahal Haechan sudah menceritakan semuanya tapi Mark masih menatapnya khawatir, Haechan tidak suka ketika orang khawatir padanya seperti itu, membebani pikirannya.
" Aku tau kau khawatir padaku, sungguh aku berterimakasih! Tapi maaf, memang pada dasarnya aku ini sombong dan angkuh sehingga aku jijik melihat orang menatapku seperti itu!"
"Aku sudah tak apa apa, lagi pula itu hanya panik biasa dan jujur aku juga sudah mulai melupakannya jadi apa yang kau cemaskan!"
" Bersikaplah seolah tidak terjadi apa apa, bersikap normal seperti biasa, dengan begitu aku mau tidur di kamarmu!"
Jelas Haechan, ia benar benar tidak ingin Mark khawatir padanya.
Mark sedikit menatap Haechan tidak percaya, sekarang ia mengerti kenapa ayahnya menyebut Haechan ini malaikatnya,
Karena hatinya benar benar baik
Lihat, disaat dirinya sedang tidak baik, ia masih mengkhawatirkan Mark. Mark sedikit malu dengan Haechan, ia tidak bisa berbuat baik seperti Haechan.
" Baiklah... jika itu mau mu, jangan salahkan aku nantinya"
" Oke!"
Mark pun berjalan dan beranjak naik kekamarnya
" Oh iya.... satu peraturan di kamarku" cicit Mark
" Apa?"
" Kau tidak boleh berbicara"
" Yak! mana mungkin aku bisa melakukannya!"
" Yasudah berarti ku kurung kau diluar!"
" YAK JUNG MARK MENYEBALKAN!"
" BERISIK!"
Mark tersenyum saat memasuki kamarnya, ia tau Haechan pasti menyembunyikan sesuatu dari dirinya dan Mark menghargai itu terlebih lagi mereka juga baru kenal.
Ku pastikan tidurmu nyenyak setiap malam
Cicit Mark dalam hati sambil menatap sofa di kamarnya
Haechan tersenyum menatap punggung Mark yang sudah menghilang di ujung tangga, kemudian senyumnya memudar. Haechan menghela nafasnya panjang, ia sedikit bersalah kepada Mark. Semua yang ia ceritakan tidak sepenuhnya benar
Pengalaman saat kecelakaan orang tuanya
Ia yang tidur dilantai dan tidak nyenyak
Mimpi akan kematian papinya
Semuanya itu benar
Tapi bukan itu alasan Haechan takut dengan yang namanya kasur.
Maaf....
Aku berbohong padamu
Karena aku takut...
Kau akan jijik padaku
Cicit Haechan dalam hatinya sambil mengusap pelan air matanya.
Advertisement
- In Serial158 Chapters
Nero Zero
Monsters plagued the lands for too long. No matter if one had fangs, beak, teeth, skin, fur, or feather, or was tall, stout, or diminutive, the people suffered. Until the Gadgeteers came with a device that could allow people to fight back. Powered by one's own magical power, feeding off of monster Essence, the Arbitrium bracer turned the tables. It also changed society. Strength of one's level cap was all that mattered. The strongest were Kings and Emperors. The weak or those too poor to afford the marvelous device, destitute. And so it has been for millennia. All that mattered was one's level cap. High, low, a fate decided the moment the strange contraption came alive. Too high and you were a threat to those interested in keeping the status quo, a weed to be nipped before it could grow and take root. Too low and you were nobody, fated to be a bit more than a simple farmer. What if someone, somewhere, came up with a zero for their level cap? Unable to use Essence, unable to level up. On all of recorded history, it never happened. Until it did. In a small village of fur-less and tail-less ape-beastkin, a boy found out he was uniquely handicapped. Nero's level cap was Zero. But he'd never let that stop him from reaching his goals. ------------------------------------------------ All stories have already been told. We merely reuse elements from them. From Joseph Campbell's Monomith to Stephen King's advice, and that encyclopedia of tropes you've visited, fiction has been dissected and reassembled countless times. One will surely find elements inspired on other works here. Just like cooking from basic ingredients, the recipe and presentation is what really matter. This is a fantasy adventure, of someone that goes from a zero to a slightly bigger zero. It will have romance but no harem. Cruelty but with hope dimly shining ahead. Lightweight where it can be, heavy where it must. Thanks for reading. Cover Credits (The cover is CC-BY-NC-SA): Steampunk Spider Bracer, by Daniel Proulx. CC-BY-NC-SA Picture Frame, @anaterate, Pixabay license. Some odds and bits from here and there.
8 262 - In Serial22 Chapters
Labyrinth of Light: Stormbringer
Endaria is back, and the great seal has chosen a new hero. A young dying girl falls into the gaze of the gods and she fights to survive as she is cast into a deadly labyrinth with a terrible secret. Friends, and enemies gather as she struggles to learn what it means to be the bringer of storms.
8 187 - In Serial8 Chapters
Raising A Princess In A New Frontier
An astronaut set out on the voyage to colonize Mars. Thanks to an unexpected accident he is lost to the void of space. He awakens bloodied in his spacesuit in an unknown forest. The crows warning him to run from a demon dead set to turn him into a corpse. He must now survive in a world that defies his scientific understandings whose technological era seems to be years in the past.He's not the hero of this new world. He was neither a special nor an important individual. Can he use his knowledge of the modern world to give him an edge?A girl bullied by the darkness of society. Pushed to her mental limits and bound to escape finds her salvation under the hands of a complete stranger. Will she be able to follow in his steps, or will he forsake her like many before?In an era where magic is worshiped, kingdoms colonize, and gunpowder has begun its mass production.
8 130 - In Serial9 Chapters
Almost a Good Person
A memory, a memory of a boy who wanted more than pain, of a girl who wanted more than death, and an Isle that should not exist. The Isle of Red is a small, unassuming, quiet place. It is just large enough for a college, a small town, and maybe even a few more unusual sorts of places. Of course, the townsfolk practically know each other as family. Flush-faced regulars can be found toasting just about anything in the Briar's Brew, then, a few streets away, the same haggle of older women stationed themselves on their perch as they did every day from one of the few balconies in Central Square. They fuss away now, spouting the usual gossip as they watch us all from on high. Then there is the College here on the Isle of Red. My college. It has been often described as an unusual place by a good deal of people on the mainland. If they only would visit -why I am sure they'll soon have a change of heart, they may even come to find it a quaint sort of place, odd but in the same way a tattered old quilt can be both odd looking and warm, and especially soft. We teach mostly the same sort of disciplines here, with fantastic and absolutely normal professors.I must conclude that I am quite smitten with myself. The stage is set with a level of perfection that would have astonished me in my youth. They are coming. Derek will follow her. He knows the weight of reality too intimately, but she will be his true north if only for a short time. A beacon in the storm to show him the stunning pastels and brightness the sun may yet refract through his thinner, sharper pieces. Theoline will lead as she always has- well not always, not yet. She holds onto questions feverishly tight, that one. Lights them up inside like a new type of fuel without the slightest worry of being burned. She knows... There is but a certain few who can look at a map and find nothing where I stand but the Atlantic Ocean. And still, there is earth beneath me, a noisy pub down the road from me, and several people clucking conspiratorially on a balcony above me. She knows... that the Isle of Red doesn't belong here. Neither, technically, do I. (Hello! Chapters will be posted regularly on this website and also at Booksie: Almost a Good Person, book by KenjaminButton (booksie.com)Stay tuned for Chapter 3 to be uploaded on 5/28/2022!)
8 74 - In Serial20 Chapters
My New Boss
Zara has always been headstrong and determined to do exactly what she wants. What happens when she meets a man just as determined to get what he wants, when what he wants is her?
8 71 - In Serial15 Chapters
Second Chronicle's
Mylo was currently lying in the hospital bed, counting his remaining time before his life finally fades away .regretting only one thing in life. Not being able to play a VR game. Wishing he could create the craziest build and dominate the world of ‘Second Chronicle’s ‘. Unfortunately for him technology couldn’t advance fast enough and at the age of 93 only one day away from the release of the first VR RPG game. He dies of heart failure.-------------------------“…”““Is this death? Why is it so dark?”“…”“What is that? Light? Is it the entrance to paradise?”
8 163

